Jaman energi mahal sudah tiba. Di lain pihak ketersediaan listrik kita terbatas, sehingga akhir-akhir ini sering kita dengan PLN mengumumkan pemadaman bergilir. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu ketika akan naik tarif listrik kita, mengingat harga batubara juga ikut naik sehingga biaya produksi listrik berbahan bakar batubara saja sudah sekitar Rp. 400,- – Rp 450,- per kWh. Biaya tersebut belum termasuk biaya lainnya seperti tenaga kerja, penyusutan, perawatan, bunga, dan lain-lain. Kalau harga jual listrik ke masyarakat secara rerata sekitar Rp 600,- sudah dapat dipastikan subsidi untuk listrik ini akan meningkat yang akan memicu kenaikan tarif. Bagi gedung perkantoran dan pusat pertokoan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan lainnya, konsumsi untuk AC adalah terbesar (sekitar 60% – 70% dari kebutuhan total listrik yang dikonsumsi). Bagi rumah tangga, walaupun konsumsi listrik untuk pengkondisian udara (AC) ini menurun prosentasenya namun masih cukup tinggi. Oleh karena itu diperlukan pula pemilihan unit AC yang hemat energi saat membeli. Pertanyaanya apa kriteria AC yang hemat energi tersebut?
Logika teknis kita mengatakan bahwa karena AC untuk mendinginkan dan mengurangi kelembaban udara maka apabila listrik yang dibutuhkan untuk mendinginkan suatu ruang tertentu adalah terrendah, itulah yang paling hemat. Laju pendinginan suatu ruangan biasanya diukur dengan besaran yang ekivalen dengan daya, misalnya kW, daya kuda HP, atau dalam satuan Inggris sebagai Btu/h (1 kW = 3,4 Btu/h dan 1 HP = 0,75 kW). Dengan demikian antara laju pendinginan ruangan yang dikondisikan dengan AC dibanding dengan daya listrik untuk mengoperasikan AC tersebut memiliki satuan yang sama dan dapat dibandingkan. Perbandingan tersebut disebut dengan energy efficiency ratio (EER). Jadi EER adarah merupakan perbandingan antara laju pendinginan ruangan yang dihasilkan oleh suatu peralatan AC dengan daya listrik yang dikonsumsinya. Semakin tinggi EER suatu mesin AC semakin hemat energinya. Oleh karena itu dalam membeli AC sebaiknya kita cari yang memiliki EER yang tertinggi, meskipun harganya sedikit lebih mahal karena dalam jangka waktu tertentu perbedaan harga saat membeli ini akan tertutupi oleh pengurangan biaya operasionilnya. Sebagai ancar-ancar nilai EER ini biasanya dinyatakan dalam (Btu/h per Watt) yang kisarannya antara 5,5 hingga lebih dari 11. Tentunya criteria yang hemat energi adalah yang memiliki EER di atas 11 atau yang sedikit lebih rendah dari 11.
Di negara-negara maju konsumen sudah diberi petunjuk berdasarkan pemeringkatan nilai EER dengan labelisasi bintang (star label). AC dengan EER lebih dari 11 diberi label bintang lima, sedangkan yang kurang dari 5,5 tidak diberi peringkat, sehingga konsumen tinggal memilih sesuai dengan kemampuan beli dan membayar biaya listrik operasinya nanti. Di Indonesia karena masyaraknya masih “belum tahu” dan dianggap tidak memiliki “hak untuk tahu” tentang AC yang hemat, maka sampai saat ini belum ada labelisasi seperti ini sehingga dalam membeli AC yang ditanyakan hanya HPnya saja (maksudnya daya listrik yang dibutuhkan untuk menjalankan Ac tersebut). Sedangkan tujuan utama pemakaian AC adalah untuk mendinginkan dan menurunkan kelembaban ruangan, bukan daya listrik untuk menjalankannya saja.
Himbauan saya, kalau anda mau membeli AC tolong tanyakan dulau atau lihat di brosurnya berapa nilai EERnya. Cari yang nilai EERnya tinggi selain anda menanyakan dayanya (HPnya). Selamat mencoba.
sumber: http://prihadisetyo.wordpress.com
No comments:
Post a Comment